Sunday, June 26, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PPOM

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PPOM


DI SUSUN OLEH:
ANDREA SURYA PRATAMA
WIWIK WAHYUL HIDAYAH
JAMIATURAHMAH
CHOLID AMAN ARIP
YOCKE NANDA PRANICA




SEKOLAH TINGGI KESEHATAN WIDYA CIPTA HUSADA
Prodi S1 KEPERAWATAN
Malang, 19 April 2011







LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan PPOM” ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen mata ajar Respirasi 1, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Cipta Husada






                                                                        Kepanjen, 19 April 2011      
                                                                              Dosen Pembimbing


                                                                        Ika Cahyaningrum,S.Kep.,Ns








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering digunakan  untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma bronkial.
Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas.
 Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit. (Price & Wilson, 1994 : 695)
Prevalensi Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat  sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.2
B. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari menyusun makalah ini adalah:
1.    Tujuan Umum
Setelah mengikuti presentasi mahasiswa mampu memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan yeng di berikan kepada Pasian dengan masalah pernafasan (PPOM)
2.    Tujuan Khusus
Setelah mengikuti presentasi mahasiswa mampu :
a. Mahasiswa mengetahui tentang definisi dari PPOM pada lansia.
b Mahasiswa mengetahui penyebab dari PPOM.
c Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala dari PPOM.
d.Mahasiswa mengetahui Penatalaksanaan PPOM pada lansia.
e.Mahasiswa mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Fokus intervesi, dan Evaluasi dengan PPOM pada lansia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
     I.   KONSEP DASAR PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN
A. Definisi PPOM
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)
 Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah:bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
          PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

B.     ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum di ketahui.
Timbulnya penyakit ini di kaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru  berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 anti tripsin
8. Defisiensi  anti  oksidan dll
Pengaruh dari masing masing faktor-faktor resiko terhadap PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok di anggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini. ( Dharmago & Martono, 1999 : 383 ).
C.     Manifestasi klinik
1.      Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin atau infeksi
2.      Sesak nafas dan dispneu
3.      Terperangkapnya udara akibat elastisitas paru menyebabkan dada mengembang
4.      Hipoksia dan hiperkapnea
5.      Takipnea
6.      Dispnea yang menetap
( Corwin , 2000 : 437 )
D.     Patofisiologi
Faktor – faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau air trapping. Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibat – akibatnya.Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. ( Dharmojo & Martono,1999 : 384 )
E.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita PPOM usia lanjut, sebagai berikut :
1.    Meniadakan faktor etiologik atau presipifasi
2.    Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3.    Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi anti mikrobia tidak perlu diberikan.
4.    Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator ( Aminophillin dan Adrenalin ).
5.    Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
-
Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
- Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
-
   Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infuse
6.    Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7.    Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran lambat : 1-2 liter/menit.
8.    Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap
9.    Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan energi.
10.          Tindakan“Rehabilitasi”:
a.    Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
b.    Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang paling efektif baginya.
c.    Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmaninya.
d.    Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula


Yang termasuk dari penyakit PPOM terdiri dari:

1.   BRONKITIS KRONIS

a.    Pengertian

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)

b.     Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

c.    Tanda dan Gejala

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

d.      Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2.      Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3.      Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4.      Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
                                                                                        

2.   EMFISEMA

a.      Pengertian

Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002).
Empisema merupakan gangguan pengembngan paru-paru yang di tandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru di sertai destruksi jaringan (WHO).

b.      Patofisiologi

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
         Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
      Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan damikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
      Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

c.       Tanda dan Gejala

1.      Dispnea
2.      Takipnea
3.      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4.      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5.      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6.      Hipoksemia
7.       Hiperkapnia
8.      Anoreksia
9.      Penurunan BB
10.  Kelemahan

d.      Pemeriksaan Penunjang

1)   Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2)   Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FE

3.      ASMA

a.       Pengertian

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
Asma merupakan suatu penyakit yang dapat mengenaip pada anak hingga dewasa dengan serangan yangsangat menakutkan tanpa mengenal waktu yang selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena kecemasaan, kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur, infeksi pernafasan, obat-obatan, dan alergen.
Di negara –negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5%-20% bayi dan anak-anak menderita asma 2%-10%.(Sundaru H, hal-6, 1995). Penelitian yang pernah dilakukan di beberapa tempat di perkirakan 2-5% menderitaasma.

       Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien, jenis kelamin, bakat alergi, bunga ,keturunan, lingkungan dan faktor psikologi. Berbagai maslah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung pada usia , pekerjaan, dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.
      Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan dampak pada psikologis dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya kecenderungan untuk menolak saran-saran pada upaya mengeleminasi perilaku yang mendukung kesehatannya , merupakan salah satu respon psikologis pasien asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi tersebut dalam memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya difikirkan tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi  keterbatasan fungsi tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat tindakan perawat baik selama serangan, maupun setelah seranagn sehinnga klien terhindar dari kekambuhan dan dapat berfungsi secara optimal.

b.      Patofisiologi

Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti  histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
      Sistem saraf otonom  mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor  seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung  menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
             Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (http://nursingbegin.com)

c.       Tanda dan Gejala

1.            Batuk
2.            Dispnea
3.            Mengi
4.            Hipoksia
5.            Takikardi
6.            Berkeringat
7.            Pelebaran tekanan nadi

d.      Pemeriksaan Penunjang

1.              Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2.        Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3.              AGD : hipoksi selama serangan akut
4.              Fungsi pulmonari :
·      Biasanya normal
·      Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun.  







   II.     ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
1.   Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1.    Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2.    Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3.    Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4.    Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.    Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6.    Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1.    Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2.    Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3.    Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4.    Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5.    Apakah tampak sianosis?
6.    Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7.    Apakah pasien mengalami edema perifer?
8.    Apakah pasien batuk?
9.    Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10.                    Bagaimana status sensorium pasien?
11.                    Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
2.   Diagnosa Keperawatan
a.    Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal ditandai dengan peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan dada tidak optimal di tandai dengan dipsneu.
c.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi - perfusi
                  ditandai dengan  Menghilangnya kemampuan mengembangkan paru
secara elastis
d.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi dikukung oleh data malnutrisi
e.    Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
(Sumber,Doenges,2000 and nanda)
3.    Intervensi

No
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal
a.       Tujuan:  mengefektifkan jalan nafas
b.       Kriteria hasil: Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas dan Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
a.         Auskultasi bunyi nafas
b.       Kaji frekuensi pernapasan
c.       Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu pernapasan
d.       Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
e.       Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
f.        Dorong latihan napas abdomen
g.       Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
h.       Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
i.         Berikan air hangat

Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi

a). Tujuan: Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
b). Kriteria hasil: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan Dan Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
a.    Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
b.    Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas
c.    Kaji kulit dan warna membran mukosa
d.    Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
e.    Auskulatasi bunyi nafas
f.     Palpasi fremitus
g.    Awasi tingkat kesadaran
h.    Batasi aktivitas pasien
i.    Awasi TV dan irama jantung

- Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
- Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas
3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea

q Tujuan: Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat
q Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dan Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan berat yang tepat
q Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
q Auskultasi bunyi usus
q Berikan perawatan oral sering
q Berikan porsi makan kecil tapi sering
q Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
q Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
q Timbang BB

 Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori.
4
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi

q Tujuan: mencegah
Terjadinya infeksi



Kriteria hasil:
- Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi
- Awasi suhu

q Awasi suhu
q Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan cairan adekuat
q Observasi warna, karakter, bau sputum
q Awasi pengunjung
q Seimbangkan aktivitas dan istirahat
q Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat

-Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
- Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
-Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
5
Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

q Tujuan: Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
q Kriteria hasil:
-Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
-Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.

q Jelaskan proses penyakit
q Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
q Diskusikan efek samping dan reaksi obat
q Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
q Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
q Diskusikan pentingya         menghindari orang yang sedang infeksi
q Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
q Jelaskan efek, bahaya merokok
q Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
q Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
q Dikusikan cara perawatan

-Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
- Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat.






















  1. Pathway
Terlampir

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
1.    PPOM adalah kelainan paru yang di tandai dengan ganguan funsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang di sebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas an tidak banyak mengalami perubahan dalam masa obsevasi beberapa waktu PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronktitis kronik, Emfisema paru dan asma.
2.    Faktor resiko dari PPOM adalah merokok cigaret yang berlangsung lama,  polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur, jenis kelamin, Ras, defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi anti oksidan
3.    Penatalaksanaan pada pendrerita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi, membersihkan sekresi sputum, membrantas infeksi, mengatasi Bronkopasme, pengobaan simpomatk, penaganan terhadap komplikasi yang timbul, pengbatan oksigen, tindakan “Rehabilitai”
B.     SARAN
2.    Untuk klien
Menghindari faktor resiko :
Ø  Anjurkan klien  untuk tidak merokok
Ø  Anjurkan klien untuk cukup istirahat
Ø  Anjurkan klien untuk menghindari alergen
Ø  Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas
Ø  Anjurkan klien untuk mendaptkan asupan gizi yang cukup
3.    Untuk keluarga
Memberikan dukungan
Ø  Anjurkan keluarga utnuk memberi perhatian pada klien
Ø  Anjrukan keluarga untuk memantau kondosi klien
Ø  Anjurkan keluarga untuk menciptkan lingkungan yang kondusif


DAFTAR PUSTAKA
Ø  Kaliner, M.A.. 1991. Astma is Pathologi and Treatment Vol. 49. Maryland: National
Institutes of Health Bethesda.
Ø  Engram, B.. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC.



























0 komentar:

Post a Comment