Monday, June 27, 2011

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gagal Jantung

BAB I
PENDAHULUAN

I.                   LATAR BELAKANG
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA.
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan  
   peningkatan.
- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru
- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90 mmHg) dan
  vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu :
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  PENGERTIAN
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
B.  ETIOLOGI
Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan penyebab gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan gagal jantung. Stenosis aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat diperbaiki.
C.  PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung , tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat., maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
D.  MANIFESTASI KLINIK
1.      Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
           kongesti jaringan
2.      peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak  
           nafas.
3.      peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
4.      penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan,
           intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.


E.     KLASIFIKASI
Gagal jantung menurut New York Health Association, terbagi atas 4 kelas fungsional, yaitu :
1.      Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik berat
2.      Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sedang
3.      Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik ringan
4.      Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sangat ringan atau saat istirahat.
F.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung   
2.      output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
3.      Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
4.      Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia  prerenal
5.      Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
6.      Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
7.      Pemeriksaan EKG
8.      Radiografi dada
9.      Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding regional
10.  Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.
G.    KOMPLIKASI
1.      kematian
2.      edema pulmoner akut
H.  PENATALAKSANAAN
1.      Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapt diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2.      Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3.      Terapi diuretic
4.      penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5.      Terapi beta blocker
6.      terapi glikosida digitalis
7.      terapi vasodilator
8.      Obat inotropik positif generasi baru
9.      Penghambat kanal kalsium
10.  Atikoagulan
11.  Terapi antiaritmia
12.  Revaskularisasi koroner
13.  Transplantasi jantung
14.  Kardoimioplasti
























                                                                                   
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.   PENGKAJIAN
1.      Identitas pasien (data demografi)
2.      Riwayat kesehatan
a.       Riwayat Penyakit Sekarang
b.      Riwayat penyakit dahulu
c.       Riwayat kesehatan Keluarga
d.      Faktor pencetus
e.       Faktor pencetus
f.       Tingkat pengetahuan pasien dan kelurga terhadap penyakitnya
g.      Riwayat social ekonomi
h.      Riwayat spiritual
i.        Riwayat Alergi dan obat-obatan
j.        Riwayat Psikososial
k.      Kebiasaan sehari – hari : Nutrisi
3.      Pemeriksaan Fisik
a.       Dari mulai kepala ke leher
b.      Mata : Conjungtiva, Sklera
c.       Leher : JVP, Bising arteri karotis
d.      Paru : - Bentuk dada
Ø  Pergerakana dada
Ø  Asimetris dada
Ø  Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
e.      Jantung : -TD
Ø  Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
Ø  Suara jantung
Ø  Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
Ø  Bising jantung ( Thrill )
f.       Abdomen ( Acites, BU )
g.      Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )
4.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Lab.
b.      ECG
c.       Foto Thorak
d.      Kateterisasi
e.       Radionuklir
5.      Therapi
a.       Diuretic
b.      Vasodilator
c.       Ace Inhibtor
d.      Digitalis
e.       Dopaminergik
f.       Oksigen
B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan fungsi elektronik, mekanik, structural.
2.      Gangguan fungsi pernafasan :
Ø  pola nafas tidak efektif berhubungan dengan cemas, menurunnya compliance paru atau pengaruh obat depresi pernafasan.
Ø  Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan. penumpukan cairan pada alveoli, interstisiel.
Ø  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan. kegagalan difusi pada alveoli
3.      Gangguan keseimbangan cairan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya aliran ke
4.      Gangguan rasa nyaman : Mual, muntah berhubungan dengan stimulasi pusat muntah karena kongesti vascular pada saluran pencernaan , atau efek samping dari terapi digitalis.
5.      Intoleransi aktivitasdan self care deficit berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
C.    PERENCANAAN
Tujuan yang diharapkan :
1.      Curah jantung adekuat sesuai kebutuhan
2.      Aktivitas mencapai batas optimal
3.      Pasien mengerti tentang proses, prognosa/ pengobatan gagal jantung.



D.      INTERVENSI KEPERAWATAN
Ø  Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi jantung, perubahan struktural. (mis: kelainan katup, aneurisma ventrikel).
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan adanya   
               penurunan curah jantung.
               Kriteria Hasil:
               - Frekuensi jantung meningkat
               - Status Hemodinamik stabil
               - Haluaran Urin adekuat
               - Tidak terjadi dispnu
               - Akral Hangat
               Intervensi;
1.      Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung.
2.      Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup.
3.      Palpasi nadi perifer.
                    Rasional : Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi
                    oleh  CO dan pengisisan jantung.
4.      Pantau tekanan darah.
Rasional; ntuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
5.      Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6.      Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
7.      Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
                    Rasional : Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
                    kebutuhan oksigen dan penurunan venous return.
8.      Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat diuretic dan cairan.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.
Ø  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya dysritmia, dyspnea, pucat, berkeringat.
             Tujuan dan kriteria hasil:
             - Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
             - Memenuhi perawatan diri sendiri
             - Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh  
              menurunnya kelemahan dan kelelahan
              Intervensi:
1.      Periksa tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan       vasodilator, diuretic.
                   Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat  
                   (vasodilatasi), perpindahan cairan atau pengaruh fungsi jantung.
2.      Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
                    Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
                    volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera
                    frekuensi jantung.
3.      Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
                    Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker,
                    traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi
                    dan menyebabkan kelemahan.
4.      Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
                    Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
                    kelebihan aktivitas.
5.      Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan istirahat.
                    Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi
                    stress miokard.
6.      Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, : bila disfungsi jantung tidak dapat baik kembali.
Ø  Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
            Intervensi;
1.      Pantau keluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
                  Rasional : Keluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari)
                  Karena penurunan perfusi ginjal.
2.      Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada
.
3.      Berikan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
                  Rasional : Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan
                  nutrisidan imobilisasi dan tirah baring yang lama.
4.      Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan atau bunyi napas tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
5.      Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti paru.
                  Rasional : Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut.
6.      Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif.
7.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuetik, cairan dan elektrolit.
Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi.
8.      kolaborasi dengan ahli gizi.
                  Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
                kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
Ø  Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d Perubahan membrane kapiler-alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan cairan ke dalam area interstitial ataualveoli.
Intervensi:
1.      Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
                Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret.
2.      Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.
                 Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
3.      Dorong perubahan posisi.
                 Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4.      Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
                 Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan dan meningkatkan
                 inspaksi paru maksimal.
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan sesuai indikasi.
                 Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat memperbaiki
                 atau  menurunkan hipoksia jaringan.
6.      Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti diuretic dan bronkodilator.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran gas, meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongestif paru.
Ø  Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Tirah baring., edema, penurunan perfusijaringan.
Intervensi:
1.      Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
      Rasional : Kerana gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi fisik dan
      gangguan status nutrisi.
2.      Pijat area kemerahan
Rasional : Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3.      Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif.
         Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang mengganggu
         aliran darah.
4.      Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban.
         Rasional : Kulit terlalu kering dan lembab dapat merusak kulit dan mempercepat  
          kerusakan.
5.      Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan.
         Rasional : Sepatu terlalu sempit dapat menyebabkan edema dependen., meningkatkan
         resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6.      Hindarai obat intramuscular.
        Rasional : Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
        predisposisi untuk kerusakan kulit atau terjadinya infeksi.






DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000). Buku saku: Diagnosa keperawatan. Jakarta. EGC.
Doenges, M.E, Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta. EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol 2. Jakarta:EGC.
EVALUASI


Proses dan hasil
Proses : Setiap tindakan lakukan evaluasi langsung
Hasil : tujuan yang diharapkan.
























  ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GAGAL       
 JANTUNG







DISUSUN OLEH:
ANDREA SURYA PRATAMA
HERY FATURAHMAN
MARIA SRI HASTUTI
MUKHTAR LUTHFI ANSHORI
SITI DWI WIDAYANTI




PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
 STIKes WIDYA CIPTA HUSADA
MALANG 2011